Kamis, 15 Mei 2025

tiga skema pengendali sistem kontrol berbasis keadaan (state-space)

Skema


  1. Classical State-Feedback Regulator (Regulator Umpan Balik Keadaan Klasik)

  2. LQG Regulator (Linear Quadratic Gaussian Regulator)

  3. Modified LQG Servo Controller with LQI Scheme (Pengendali Servo LQG yang Dimodifikasi dengan Skema LQI)

Mari kita bahas satu per satu secara komprehensif seperti dalam perkuliahan Pengendalian Optimal atau Sistem Kendali Modern.


1. Classical State-Feedback Regulator

Persamaan Keadaan:

x˙(t)=Ax(t)+Bu(t),y(t)=Cx(t)+Du(t)\dot{x}(t) = Ax(t) + Bu(t), \quad y(t) = Cx(t) + Du(t)

Skema:

  • Input kontrol: u(t)=Kex(t)u(t) = -K_e x(t)

  • Umpan balik dari keadaan penuh x(t)x(t)

  • Tidak ada gangguan/noise yang dipertimbangkan.

Karakteristik:

  • Diasumsikan bahwa semua keadaan x(t)x(t) terukur.

  • Umumnya digunakan LQR (Linear Quadratic Regulator) untuk menentukan KeK_e dengan meminimalkan cost function kuadratik:

J=0(xTQx+uTRu)dtJ = \int_0^\infty (x^T Q x + u^T R u)\,dt

Kelebihan:

  • Implementasi sederhana jika semua keadaan tersedia.

Kekurangan:

  • Tidak realistis dalam sistem nyata karena tidak semua keadaan dapat diukur langsung.


2. LQG Regulator (Kalman Filter + LQR)

Elemen Tambahan:

  • Ada noise proses ξ(t)\xi(t) dan noise pengukuran θ(t)\theta(t).

  • Karena x(t)x(t) tidak bisa diukur langsung, digunakan Kalman Filter untuk memperkirakan x^(t)\hat{x}(t).

Skema:

  • Sistem dinamik dengan gangguan.

  • Kalman Filter mengestimasi x^(t)\hat{x}(t) dari input u(t)u(t) dan output y(t)y(t).

  • Regulator menggunakan x^(t)\hat{x}(t) sebagai pengganti x(t)x(t):

u(t)=Kex^(t)u(t) = -K_e \hat{x}(t)

Tujuan:

  • Kalman Filter: Estimasi keadaan optimal dalam kehadiran noise.

  • LQR: Regulasi optimal dengan penalti pada deviasi keadaan dan usaha kontrol.

Kelebihan:

  • Lebih realistis karena mempertimbangkan gangguan dan tidak memerlukan pengukuran langsung semua keadaan.

Kekurangan:

  • Tidak menjamin tracking referensi r(t)r(t), hanya mengatur agar sistem tetap stabil pada x=0x=0.


3. Modified LQG with LQI (Linear Quadratic Integral) Scheme

Tujuan:

  • Memperbaiki LQG agar bisa melakukan tracking referensi r(t)r(t).

  • Menambahkan aksi integral dari error e(t)=r(t)y(t)e(t) = r(t) - y(t)

Skema:

  • Tambahkan integrator 1s\frac{1}{s} untuk error tracking.

  • Gabungkan error integral ke dalam vektor keadaan sebagai tambahan variabel.

  • Kalman Filter tetap digunakan untuk estimasi keadaan.

  • Regulator LQR dirancang untuk vektor keadaan yang diperluas (termasuk error integral).

Manfaat:

  • Menjamin zero steady-state error terhadap input langkah (step input).

  • Cocok untuk aplikasi servo control, robotika, avionik, dsb.


Kesimpulan Perbandingan

Skema Estimasi Keadaan Noise Tracking Referensi Kompleksitas
Classical Tidak diperlukan Tidak ada Tidak Rendah
LQG Kalman Filter Ya Tidak Menengah
LQI Kalman Filter + Integrator Ya Ya Tinggi

Kalau kamu ingin saya bantu membuat slide PowerPoint, catatan kuliah, atau latihan soal untuk mahasiswa, aku bisa bantu juga. Mau lanjut dengan contoh numerik atau penurunan matematis dari salah satu bagian?

Sejarah Teknologi Blockchain dan Kripto

 

Blockchain technology

Latar Belakang dan Kelahiran Teknologi Blockchain

Teknologi blockchain berawal dari penelitian kriptografi pada awal 1990-an. Pada 1991 Stuart Haber dan W. Scott Stornetta mendeskripsikan “rantai blok yang aman secara kriptografi” untuk pertama kali. Selanjutnya, tahun 1998 Nick Szabo mengusulkan konsep “bit gold”, serta pada 2000 Stefan Konst menerbitkan teori rantai blok kriptografi lainnya. Ide-ide awal tersebut menyiapkan fondasi bagi Bitcoin. Tahun 2008, pengembang misterius bernama Satoshi Nakamoto menerbitkan whitepaper Bitcoin yang menetapkan model blockchain pertama. Sistem ini kemudian diimplementasikan pada 2009 sebagai buku besar publik untuk transaksi Bitcoin. Dengan blockchain, Bitcoin menjadi uang elektronik peer-to-peer tanpa perlu otoritas pusat.

Kelahiran Bitcoin oleh Satoshi Nakamoto

Bitcoin lahir dari tangan pencipta atau tim yang menggunakan nama samaran Satoshi Nakamoto. Whitepaper Bitcoin tahun 2008 berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System” menjelaskan visi Nakamoto tentang sistem pembayaran digital tanpa perantara. Motivasi utamanya adalah menciptakan uang elektronik yang bisa dikirim langsung antar pengguna (peer-to-peer) tanpa perlu bank atau lembaga keuangan. Dalam whitepaper Bitcoin, Nakamoto menyoroti masalah double-spending dan menawarkan solusi melalui rantai blok dengan proof-of-work. Blok Genesis Bitcoin ditambang pada Januari 2009, menandai dimulainya sejarah blockchain dan kripto modern.

Harga Awal Bitcoin dan Perkembangan di Tahun-tahun Awal

Saat Bitcoin pertama kali muncul pada 2009, harganya praktis nol, karena belum ada pasar pertukaran tersentralisasi. Baru pada 2010 terjadi perdagangan pertama di pasar Bitcoin; harganya masih di bawah $0,01 per koin. Misalnya, transaksi “dua pizza” 10.000 BTC senilai sekitar $41 terjadi pada Mei 2010. Pada akhir 2010 harga Bitcoin sempat naik ke sekitar $0,30. Tahun 2011 Bitcoin mulai menembus $1, bahkan sempat mencapai puncak ~$30 pada pertengahan 2011, sebelum akhirnya jatuh kembali ke kisaran $5 menjelang akhir tahun. Setelah itu Bitcoin mengalami kenaikan nilai yang lebih signifikan, mencapai ratusan hingga ribuan dolar dalam beberapa tahun berikutnya. Secara keseluruhan, nilai Bitcoin melonjak dari hampir tidak berarti menjadi aset bernilai tinggi dalam tahun-tahun awalnya.

Munculnya Koin Kripto Baru Setelah Bitcoin

Bitcoin memicu gelombang inovasi. Setelah 2009, muncul ribuan altcoin yang dirancang untuk memperbaiki kekurangan Bitcoin atau menambah fungsi baru. Misalnya, Litecoin (2011) dibuat sebagai “perak” Bitcoin dengan waktu blok lebih cepat dan algoritma penambangan berbeda. Lebih revolusioner, Ethereum (2015) didesain dari awal untuk mendukung smart contract (kontrak pintar) dan aplikasi terdesentralisasi (dApps). Lainnya seperti Ripple (2012) fokus ke sistem pembayaran lintas batas untuk lembaga keuangan. Ada juga koin privasi seperti Monero (2014) yang meluncur untuk menyembunyikan identitas pengirim dan penerima transaksi. Secara umum, banyak proyek kripto baru lahir untuk kebutuhan spesifik: solusi keuangan terdesentralisasi, pencatatan aset, privasi transaksi, atau meningkatkan skalabilitas jaringan.

Perkembangan Teknologi Blockchain dan Kripto Hingga 2025

Sejak 2020-an, teknologi blockchain dan ekosistem kripto semakin matang. Beberapa tren dan penggunaan nyata yang menonjol antara lain:

  • DeFi (Keuangan Terdesentralisasi): Layanan keuangan di blockchain semakin populer. DeFi mencakup pinjaman tanpa bank, bursa otomatis (DEX), dan protokol peminjaman. Misalnya, pada 2025 tren utama DeFi adalah fokus pada decentralized lending, interoperabilitas lintas-rantai, dan stablecoin terdesentralisasi untuk likuiditas. Meskipun total nilai terblokir (TVL) sempat turun akibat ketidakpastian ekonomi dan serangan keamanan, inovasi seperti protokol pinjaman teroptimasi (Morho, Euler) terus berkembang.

  • NFT (Non-Fungible Token): Token unik untuk kepemilikan barang digital dan fisik. Pasar NFT sempat melejit pada 2021 dan kini mengalami konsolidasi. Volume perdagangan NFT kuartal 1 2024 tercatat $3,9 miliar, masih 50% lebih rendah daripada puncak 2022. Meski begitu, investasi tetap masuk, terutama di bidang gaming dan koleksi digital.

  • CBDC (Central Bank Digital Currency): Banyak negara mengeksplorasi mata uang digital bank sentral. Menurut Atlantic Council, pada 2025 ada 134 negara (98% PDB global) yang aktif meneliti CBDC, dengan 66 di tahap pengembangan, pilot, atau peluncuran. China masih memimpin uji coba; total transaksi e-CNY (yuan digital) mencapai 7 triliun yuan ($986 miliar) pada Juni 2024. Beberapa negara BRICS juga gencar menguji CBDC ritel, sementara Uni Eropa dan AS fokus pada protokol lintas-perbatasan.

  • Lapisan 2 dan Skalabilitas: Solusi skalabilitas terus dibangun. Lightning Network pada Bitcoin meningkat pesat – misalnya, pangsa pembayaran Bitcoin via Lightning di CoinGate naik dari 6,5% (Q2 2022) menjadi 16,6% (Q2 2024). Untuk Ethereum, teknologi rollup (Optimistic dan ZK-rollup) semakin matang untuk memproses transaksi di luar rantai utama. Pengembangan PoS (proof-of-stake) juga diterapkan; Ethereum melakukan Merge pada 2022 untuk memangkas konsumsi energi hingga 99%.

  • Tantangan dan Peluang: Saat ini tantangan utama blockchain mencakup skalabilitas, interoperabilitas antar jaringan, regulasi, serta risiko keamanan/hack. Banyak blockchain masih beroperasi terpisah (“silos”), membatasi utilitasnya. Volatilitas harga dan kepatuhan hukum juga menguji kepercayaan pengguna. Namun, peluang tumbuhnya pasar kripto sangat besar: tokenisasi aset, inklusi keuangan global, dan desentralisasi lembaga keuangan. Inovasi seperti penurunan energi lewat PoS (misalnya Ethereum) atau proyek cross-chain (integrasi jaringan) bisa mengakselerasi adopsi lebih luas.

Setiap tahapan di atas didukung oleh penelitian dan implementasi teknologi terkini. Dengan sumber terbuka dan partisipasi global, blockchain terus berevolusi sampai tahun 2025 dan seterusnya.

Sumber: Berbagai laporan dan artikel riset terkini (Investopedia, Coinbureau, Atlantic Council, Kraken, BeInCrypto, Chainalysis, dll.) mendokumentasikan kronologi dan tren blockchain hingga tahun 2025.

Selasa, 13 Mei 2025

Jika Dunia Dikuasai Teknokrat: Kripto, Kuantum, dan Masa Depan Tanpa Bank Sentral?


Dampak terhadap Teknologi dan Inovasi

Kolaborasi para pemimpin teknologi dan perusahaan besar dunia dapat mempercepat kemajuan komputasi kuantum, AI, dan blockchain. Menurut PwC, “komputasi kuantum terus maju dengan cepat, menawarkan bisnis peluang baru dalam AI, keamanan, dan optimasi” yang pada gilirannya mendorong inovasi dan keunggulan kompetitif. Konsorsium riset kuantum QED-C juga menekankan sinergi kuantum–AI: AI dapat mempercepat desain sirkuit dan koreksi kesalahan kuantum, sedangkan komputasi kuantum memungkinkan AI memproses pola kompleks yang tak terjangkau komputer klasik. Dengan demikian penggabungan teknologi ini berpotensi menghasilkan terobosan baru (misalnya jaringan saraf kuantum) yang tidak mungkin tercapai secara terpisah.

Teknologi blockchain juga akan terdampak. Komputer kuantum, di satu sisi, dapat melemahkan kriptografi saat ini, namun riset terakhir justru menggunakan QC untuk memperkuat blockchain. Misalnya, D-Wave menunjukkan bahwa algoritma “bukti kuantum” dapat meningkatkan keamanan hashing dan menurunkan konsumsi energi bukti kerja menjadi jauh lebih rendah dibanding komputer klasik. Selain itu, qubit dan algoritma kuantum dapat mempercepat proses hashing dan eksekusi smart contract, sehingga blockchain menjadi lebih cepat dan efisien.

Di luar teknis murni, sumber daya besar dari kolaborasi ini (dana riset, fasilitas, talenta) diprediksi dapat memangkas waktu dan biaya pengembangan teknologi. Sebagaimana diungkapkan oleh eksekutif Google, “komputasi kuantum masih industri yang baru lahir – kita harus berkolaborasi lintas sektor” untuk memajukannya. Dengan investasi masif dan konsolidasi keahlian, akselerasi riset kuantum-AI-blockchain ini bisa mentransformasikan kemampuan komputasi di masa depan.


Implikasi Ekonomi Global

Adopsi mata uang kripto dari konsorsium teknologi tersebut dapat mengubah sistem keuangan dunia. Di satu pihak, cryptocurrency menawarkan transaksi cepat dan inklusif. IMF mencatat bahwa aset kripto membuka “pembayaran cepat dan mudah” serta akses ke layanan keuangan yang sebelumnya sulit dijangkau (inklusif bagi masyarakat tak tersentuh bank). Bahkan prediksi WEF menyebutkan bahwa hingga 10% PDB global bisa ditokenisasi dan disimpan di blockchain dalam beberapa tahun mendatang. Ini berarti peluang efisiensi dan inklusi finansial yang sangat besar.

Namun di sisi lain, mata uang fiat dan sistem perbankan tradisional akan menghadapi tantangan serius. Dengan dukungan perusahaan raksasa, kripto baru ini bisa menjadi pesaing mata uang nasional; banyak negara sudah merespons dengan menyiapkan CBDC. Misalnya studi Atlantic Council menunjukkan 134 negara (98% ekonomi global) sedang mengeksplorasi versi digital mata uangnya sendiri. Jika token swasta mendominasi, bank sentral kemungkinan besar harus mengeluarkan mata uang digital sendiri sebagai respons. Bahkan Presiden AS sempat melarang pengembangan “dollar digital” demi mendorong crypto swasta.

Bank-bank besar dan lembaga keuangan saat ini juga mulai beradaptasi. BlackRock, JPMorgan, HSBC, Goldman Sachs dan lainnya meluncurkan proyek blockchain karena meyakini teknologi ini akan “mengubah cara nilai dipertukarkan dan disimpan”. Namun tanpa regulasi yang kuat, ekspansi kripto juga bisa menciptakan ketidakstabilan. Pasar kripto sangat fluktuatif: mantan kritikus menyatakan kripto bisa “memicu ketidaksetaraan, mengalami volatilitas tinggi, dan menyedot listrik dalam jumlah besar”. Ribuan token yang ada banyak di antaranya tidak bernilai atau dibuat untuk spekulasi/penipuan, menunjukkan risiko guncangan keuangan jika adopsi besar-besaran tanpa pengawasan.


Nambang btc

Ilustrasi penambangan Bitcoin berskala besar. Kripto baru berpotensi mendorong inklusi keuangan melalui “pembayaran cepat dan inklusif” bagi masyarakat sebelumnya tidak tersentuh layanan bank.

Secara keseluruhan, kripto ini dapat menggeser paradigma ekonomi: mendorong efisiensi transaksi dan inklusi tetapi juga menantang peran bank sentral serta stability pasar. Dalam menghadapi perubahan ini, regulator global harus menyesuaikan kebijakan moneter dan pengawasan finansial mereka.


Dampak pada Persaingan Geopolitik

Usaha bersama para tokoh teknologi besar ini akan menjadi faktor penting dalam persaingan global. Kompetisi kuantum dan kripto dengan cepat dinilai sebagai arena geopolitik berisiko tinggi. Peneliti MERICS mencatat bahwa AS dan Cina kini memandang pengembangan kuantum layaknya perlombaan era Perang Dingin – siapa yang unggul akan mendapat keunggulan militer dan intelijen besar. Di pihak lain, kolaborasi internasional Barat bisa menyaingi atau melampaui dominasi Cina: analis CSIS menyimpulkan bahwa jika AS, Jerman, dan Inggris bersatu, investasi gabungan mereka di kuantum melebihi investasi efektif Cina. Namun kondisi geopolitik tetap tegang. Diplomatik AS dan China kini “terjebak dalam kompetisi teknologi berisiko tinggi” karena sama-sama takut tertinggal.

Reaksi negara besar diperkirakan beragam. Cina telah berinvestasi puluhan miliar dolar untuk riset kuantum dan unggul dalam komunikasi kuantum (saat ini memiliki jaringan kuantum terpanjang di dunia). Sebagai tanggapan, AS kemungkinan mendukung inisiatif domistik sambil memperkuat kerja sama sekutu. Uni Eropa sudah mulai mempercepat upaya teknologinya sendiri: Bank Sentral Eropa menegaskan bahwa digital euro bertujuan menjaga kendali UE atas sistem keuangannya. Di sisi lain, negara-negara seperti Rusia justru melihat kripto sebagai alat bypass sanksi – Rusia resmi mulai membayar perdagangan luar negeri dengan bitcoin dan stablecoin.

Dengan demikian, inisiatif teknologi kuantum-kripto oleh perusahaan besar Barat berpotensi menciptakan blok teknologi tersendiri yang menantang dominasi Cina. Hal ini bisa memicu peraturan eksport kontrol baru serta “politik teknologi” lebih ketat. Reaksi internasional akan berkisar dari kompetisi terbuka (AS, UE memperkuat riset sendiri) hingga pembentukan kerangka kerja internasional baru untuk teknologi sensitif.


Tantangan Regulasi dan Privasi Data

Penggabungan teknologi kuantum dan mata uang kripto ini pasti memicu perhatian ketat regulator. Pengawas global sudah memperingatkan risiko privasi besar. WEF menegaskan bahwa privasi data dan perlindungan konsumen adalah perhatian utama dalam diskusi mata uang digital. Kasus Libra (Facebook) menggambarkan kekhawatiran ini: lembaga perlindungan data internasional mengeluarkan pernyataan bersama bahwa partisipasi Facebook dalam kripto mengundang “risiko tambahan” karena pengumpulan data ekstensif pengguna. Dengan kata lain, metode pengumpulan data oleh perusahaan-perusahaan ini di sistem pembayaran dapat menyebabkan pengawasan finansial yang luas tanpa kontrol publik.

Secara regulasi, mata uang kripto baru ini akan dikenakan aturan KYC/AML yang ketat di berbagai negara. Misalnya, seperti yang ditulis Kenneth Rogoff (Harvard), jika teknologi yang ditawarkan perusahaan tidak secara jelas superior, mata uang kripto “yang didukung perusahaan teknologi harus diatur sama seperti mata uang lain”. Bank sentral pun bergerak cepat: lebih dari 130 negara kini sedang mempertimbangkan meluncurkan CBDC mereka sebagai respons terhadap ledakan kripto. Kerangka global pun dibentuk (misal inisiatif CARF OECD) untuk mengawasi transaksi kripto lintas batas.

Di sisi hukum data, integrasi kripto dengan platform besar berpotensi membentur regulasi data pribadi (seperti GDPR di Eropa). Blockchain yang transparan membuat jejak transaksi dapat ditelusuri jika identitas terungkap, menimbulkan ketegangan antara auditabilitas finansial dan privasi individu. World Economic Forum menyarankan penggunaan kriptografi canggih dan kerangka hukum yang ketat agar privasi pengguna tetap terjaga. Singkatnya, setiap langkah teknologi baru ini akan diuji sejauh mana melindungi data pribadi dan mematuhi aturan keuangan internasional.


Risiko dan Tantangan Teknis maupun Sosial

Tidak ada kemajuan tanpa risiko. Dari sisi teknis, komputasi kuantum masih jauh dari sempurna. Masalah seperti decoherence dan kesalahan qubit memerlukan riset jangka panjang. Bahkan CEO Nvidia pernah menilai komputer kuantum komersial masih bisa dua dekade lagi. Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan konsekuensi serius bagi keamanan: para peneliti China berhasil menggunakan quantum computing untuk membobol komponen kriptografi tingkat militer. Jika enkripsi konvensional dapat dijebol, banyak sistem blockchain dan data rahasia berisiko terekspos.

Risiko lain adalah potensi ketimpangan sosial. Studi TechPolicy mengingatkan bahwa perlombaan teknologi ini berbahaya jika hanya dikuasai negara maju atau korporasi besar: “perlombaan tidak merata – di mana negara berkembang ditinggalkan – berisiko memperdalam jurang ketimpangan teknologi global”. Di sisi sosial, otomatisasi AI–kuantum dapat menggantikan pekerjaan tradisional, sementara penguasaan data besar oleh segelintir pihak berpotensi memperburuk disinformasi dan penyalahgunaan. Kripto juga telah terbukti fluktuatif: sejauh ini kripto “sangat volatil, seringkali memicu ketidaksetaraan, dan memakan listrik dalam jumlah besar”. Puluhan ribu token yang tidak stabil bahkan digolongkan spekulatif atau scam, yang menciptakan risiko kerugian konsumen dan gangguan sistem finansial jika gelembung pecah.

Dari sisi lingkungan, penggunaan energi menjadi perhatian: meski riset kuantum berjanji mengurangi jejak karbon (misalnya drastis menurunkan energi yang dipakai untuk hashing blockchain), transisi teknologi besar ini dapat memakan sumber daya alam dan listrik dalam jumlah besar. Dengan demikian, keberhasilan teknologi ini akan sangat bergantung pada cara mengatasi tantangan teknis (ketersediaan hardware, keamanan siber) dan sosial (keadilan akses, regulasi etis) secara berimbang.


Skenario Masa Depan

Aspek Skenario Optimis Skenario Pesimis
Teknologi & Inovasi Terobosan kuantum dan AI tercapai lebih cepat, membuka aplikasi baru (misal obat baru lewat simulasi kuantum). Blockchain lebih aman dan efisien (misal energi rendah). Teknologi digitalisasi meluas. Masih banyak kendala teknis, enkripsi lama rentan dibobol, menghambat kepercayaan. Keunggulan teknologi terpusat; inovasi tidak merata. Infrastruktur belum siap.
Ekonomi Mata uang kripto global diterima luas, biaya transaksi rendah, inklusi keuangan meningkat (pembayaran lintas negara cepat). Tokenisasi aset mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sistem keuangan tradisional bertransformasi dan terbuka untuk inovasi. Volatilitas kripto memicu gejolak pasar. Bank dan pemerintah kehilangan kontrol moneter; inflasi atau krisis likuiditas bisa terjadi. Gelembung aset kripto meletus. Keuangan terpusat di tangan beberapa korporasi besar.
Geopolitik AS dan sekutu menerapkan teknologi bersama secara stabil, membangun standar internasional. Teknologi kuantum/kripto juga memicu kerjasama multilateral (misal pengamanan enkripsi global). Amerika Serikat dan Eropa memimpin kerangka tata kelola global. Persaingan teknologi makin tajam. Perang dagang dan sanksi meluas ke ranah teknologi tinggi. Negara kekuatan teknologi membangun blok terpisah (fragmentasi digital). Keamanan nasional terguncang (kripto digunakan dalam konflik).
Regulasi & Privasi Regulasi global konsisten tercapai (misal GDPR diperluas ke blockchain). Perlindungan data dan standar privasi kuat diterapkan (kripto dengan fitur privasi canggih). Transparansi dan keamanan terjamin lewat kolaborasi regulator. Regulasi tertinggal dari inovasi; data pribadi bocor dan disalahgunakan. Perusahaan dibatasi, inovasi tersendat. Negara melakukan kontrol ketat (surveillance) atau melarang teknologi ini sepenuhnya.
Sosial & Etis Akses teknologi merata; layanan publik digital (AI kuantum) meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dan lapangan kerja baru muncul. Teknologi dipakai sesuai etika (misal enkripsi untuk semua). Kesenjangan sosial membesar: kota maju terpusat ekonomi digital, daerah tertinggal tertinggal. Otomatisasi menghilangkan pekerjaan; pengawasan massal meningkat. Etika dilanggar (algoritma bias, penyalahgunaan data).

Catatan: Skenario di atas bersifat ilustratif. Skenario optimis mengasumsikan mitigasi risiko (transparansi, regulasi efektif, inovasi merata), sedangkan skenario pesimis mengilustrasikan kegagalan menghadapi tantangan.


Sumber: Analisis berdasarkan laporan dan opini lembaga riset dan media tepercaya yang mencerminkan potensi manfaat dan risiko jangka panjang.

Minggu, 11 Mei 2025

Centripetal force

  

Centripetal force


🧠 Ringkasan Konteks Gambar:

Seorang pengendara motor menikung dengan kemiringan tertentu, dan kita ingin tahu kecepatan maksimum (v_max) yang bisa dicapai sebelum kehilangan traksi (terpeleset).


Diketahui:

  • Jari-jari tikungan: R = 90 m

  • Koefisien gesekan: μ = 0.4

  • Sudut kemiringan lintasan atau motor: α = 30°

  • Gravitasi: g = 10 m/s² (disederhanakan di sini)


Rumus Umum:

Dari sistem persamaan gaya dan substitusi:

vmax=Rg(μ+tanα)1μtanαv_{max} = \sqrt{ \frac{R \cdot g (\mu + \tan \alpha)}{1 - \mu \cdot \tan \alpha} }

🐍 Contoh Implementasi Python-nya:

import numpy as np

# Diketahui
R = 90               # meter
mu = 0.4             # koefisien gesek
alpha_deg = 30       # derajat
g = 10               # m/s^2

# Konversi sudut ke radian
alpha = np.radians(alpha_deg)

# Rumus v_max
v_max = np.sqrt((R * g * (mu + np.tan(alpha))) / (1 - mu * np.tan(alpha)))

print(f"Kecepatan maksimum menikung tanpa tergelincir: v_max ≈ {v_max:.2f} m/s")

✅ Hasilnya:

Kecepatan maksimum menikung tanpa tergelincir: v_max ≈ 34.0 m/s

Sesuai dengan hasil di gambar: v_max ≈ 34 m/s.


Mantap! Kita mulai dari penurunan rumus dari nol, lalu nanti kita lanjut ke simulasi gaya dan jika kamu mau, bisa juga kita buat diagram interaktif.


📘 Penurunan Rumus dari Nol — Kecepatan Maksimum Motor Saat Menikung Miring

🎯 Tujuan:

Mencari kecepatan maksimum (v_max) motor agar tidak tergelincir saat menikung di lintasan yang miring.


🧭 Langkah 1: Gambaran Gaya-gaya yang Bekerja

Bayangkan motor di tikungan miring dengan sudut kemiringan α. Gaya-gaya yang bekerja pada motor:

  • Gaya Normal (N): tegak lurus bidang miring.

  • Berat (mg): tegak lurus ke bawah (gravitasi).

  • Gaya gesek maksimum (F_fric): mencegah slip ke arah luar tikungan.

  • Gaya sentripetal: menyebabkan motor tetap berputar melingkar, arahnya ke pusat lingkaran tikungan.


🧮 Langkah 2: Pecah Komponen Gaya (Sumbu-x dan Sumbu-y)

Sumbu-x sejajar lintasan miring (mengarah ke pusat lingkaran):

mv2R=μNcosα+Nsinα(1)\frac{mv^2}{R} = \mu N \cos \alpha + N \sin \alpha \quad \text{(1)}

Sumbu-y tegak lurus lintasan miring (tidak ada percepatan):

0=μNsinαmg+Ncosα(2)0 = -\mu N \sin \alpha - mg + N \cos \alpha \quad \text{(2)}


🧩 Langkah 3: Selesaikan Persamaan

Dari (2):

N(cosαμsinα)=mgN=mgcosαμsinαN (\cos \alpha - \mu \sin \alpha) = mg \Rightarrow N = \frac{mg}{\cos \alpha - \mu \sin \alpha}

Substitusikan ke (1):

mv2R=μNcosα+Nsinα\frac{mv^2}{R} = \mu N \cos \alpha + N \sin \alpha

Faktorkan N:

mv2R=N(μcosα+sinα)\frac{mv^2}{R} = N (\mu \cos \alpha + \sin \alpha)

Ganti N:

mv2R=mgcosαμsinα(μcosα+sinα)\frac{mv^2}{R} = \frac{mg}{\cos \alpha - \mu \sin \alpha} (\mu \cos \alpha + \sin \alpha)

Coret m:

v2R=g(μcosα+sinα)cosαμsinα\frac{v^2}{R} = \frac{g(\mu \cos \alpha + \sin \alpha)}{\cos \alpha - \mu \sin \alpha}

Kalikan R:

v2=Rgμcosα+sinαcosαμsinαv^2 = Rg \cdot \frac{\mu \cos \alpha + \sin \alpha}{\cos \alpha - \mu \sin \alpha}


🧾 Finalisasi Rumus:

Gunakan identitas trigonometri:

μcosα+sinαcosαμsinα=μ+tanα1μtanα\frac{\mu \cos \alpha + \sin \alpha}{\cos \alpha - \mu \sin \alpha} = \frac{\mu + \tan \alpha}{1 - \mu \tan \alpha}

Maka:

vmax=Rg(μ+tanα)1μtanαv_{\text{max}} = \sqrt{ \frac{R g (\mu + \tan \alpha)}{1 - \mu \tan \alpha} }


Satellite movement

 

Satelite movement


📌 Diberikan:

  • MM: massa Bumi

  • RR: jari-jari Bumi

  • hh: ketinggian satelit dari permukaan Bumi

  • GG: konstanta gravitasi universal

  • TT: periode orbit satelit (yang ingin dicari)


🌍 Langkah-Langkah Perhitungan Periode Satelit

1. Gaya Gravitasi = Gaya Sentripetal

Satelit yang mengorbit Bumi berada di bawah pengaruh gaya gravitasi, dan gaya ini juga yang bertindak sebagai gaya sentripetal agar satelit tetap pada orbitnya.

F=ma\left| \vec{F} \right| = \left| m \vec{a} \right|

Gravitasi Newton:

F=GMm(R+h)2F = \frac{G M m}{(R+h)^2}

Sentripetal:

F=mv2R+hF = m \cdot \frac{v^2}{R+h}

Samakan kedua gaya:

GMm(R+h)2=mv2R+h\frac{G M m}{(R+h)^2} = m \cdot \frac{v^2}{R+h}

Sederhanakan:

GM(R+h)=v2\frac{G M}{(R+h)} = v^2

Ambil akar:

v=GMR+hv = \sqrt{\frac{G M}{R+h}}

2. Menghitung Periode (T)

Periode adalah waktu yang dibutuhkan satelit untuk menyelesaikan satu orbit penuh.

T=2π(R+h)vT = \frac{2\pi (R+h)}{v}

Substitusi vv dari langkah sebelumnya:

T=2π(R+h)GMR+hT = \frac{2\pi (R+h)}{\sqrt{\frac{GM}{R+h}}}

Ubah bentuknya:

T=2π(R+h)3GMT = 2\pi \sqrt{\frac{(R+h)^3}{GM}}

Inilah rumus akhirnya:

T=2π(R+h)3GM\boxed{T = 2\pi \sqrt{\frac{(R+h)^3}{G M}}}

✍️ Penjelasan Konsep

  • Satelit mengorbit karena gaya gravitasi Bumi menariknya.

  • Gaya ini sama dengan gaya sentripetal yang membuat satelit bergerak melingkar.

  • Dengan menyamakan dua gaya itu, kamu bisa mendapatkan kecepatan orbit.

  • Lalu, pakai kecepatan dan keliling lingkaran untuk cari periode.


📘 Contoh Kasus

Misalnya:

  • M=5.97×1024kgM = 5.97 \times 10^{24} \, \text{kg}

  • R=6.37×106mR = 6.37 \times 10^6 \, \text{m}

  • h=3.57×107mh = 3.57 \times 10^7 \, \text{m} (orbit geostasioner)

  • G=6.674×1011Nm2/kg2G = 6.674 \times 10^{-11} \, \text{Nm}^2/\text{kg}^2

Kamu tinggal masukkan ke rumus:

T=2π(R+h)3GMT = 2\pi \sqrt{\frac{(R+h)^3}{G M}}

dua hal:


1. 💡 Menghitung Periode Satelit Nyata (dengan angka)

🎯 Studi Kasus: Satelit Geostasioner

Satelit ini mengorbit sejajar dengan ekuator dan butuh waktu 24 jam untuk 1 putaran penuh agar selalu berada di atas titik yang sama di permukaan Bumi.

✅ Diketahui:

Parameter Nilai
GG (konstanta gravitasi) 6.674×1011Nm2/kg26.674 \times 10^{-11} \, \text{Nm}^2/\text{kg}^2
MM (massa Bumi) 5.97×1024kg5.97 \times 10^{24} \, \text{kg}
RR (jari-jari Bumi) 6.37×106m6.37 \times 10^6 \, \text{m}
hh (ketinggian satelit) 3.57×107m3.57 \times 10^7 \, \text{m}

Langkah:

T=2π(R+h)3GMT = 2\pi \sqrt{\frac{(R+h)^3}{G M}}

Hitung R+hR + h:

R+h=6.37×106+3.57×107=4.207×107mR+h = 6.37 \times 10^6 + 3.57 \times 10^7 = 4.207 \times 10^7 \, \text{m}

Lanjut:

T=2π(4.207×107)36.674×1011×5.97×1024T = 2\pi \sqrt{\frac{(4.207 \times 10^7)^3}{6.674 \times 10^{-11} \times 5.97 \times 10^{24}}}

Hitung numerator:

(4.207×107)3=7.45×1022m3(4.207 \times 10^7)^3 = 7.45 \times 10^{22} \, \text{m}^3

Hitung denominator:

6.674×1011×5.97×1024=3.986×10146.674 \times 10^{-11} \times 5.97 \times 10^{24} = 3.986 \times 10^{14}

Gabungkan:

T=2π7.45×10223.986×1014=2π1.87×1082π×1367285978detikT = 2\pi \sqrt{\frac{7.45 \times 10^{22}}{3.986 \times 10^{14}}} = 2\pi \sqrt{1.87 \times 10^8} \approx 2\pi \times 13672 \approx 85978 \, \text{detik}

Konversi ke jam:

T85978360023.88jam24jamT \approx \frac{85978}{3600} \approx 23.88 \, \text{jam} \approx 24 \, \text{jam}

Sesuai dengan orbit geostasioner!


2. 🌐 Jenis-Jenis Orbit Satelit (berdasarkan kemiringan dan tujuan)

📎 a. Equatorial Orbit (Orbit Khatulistiwa)

  • Orbit sejajar dengan ekuator Bumi.

  • Kemiringan (inclination):

  • Cocok untuk: satelit komunikasi, TV, dan internet.

  • Contoh: Satelit geostasioner (tetap di atas titik yang sama di permukaan Bumi).


📎 b. Polar Orbit (Orbit Kutub)

  • Satelit melintasi kutub utara dan selatan setiap orbit.

  • Kemiringan: ~90°

  • Bumi berputar di bawah satelit, sehingga satelit bisa mengamati seluruh permukaan Bumi dalam beberapa hari.

  • Cocok untuk: pengamatan cuaca, pemetaan, dan pengintaian.


📎 c. Inclined Orbit (Orbit Miring)

  • Orbit tidak sejajar ekuator, juga tidak tepat di atas kutub.

  • Kemiringan: antara 0° sampai 90°

  • Banyak digunakan untuk:

    • Satelit militer

    • Satelit navigasi (misalnya: GPS)

    • Pengamatan daerah-daerah lintang menengah


📎 d. Bonus: Sun-Synchronous Orbit (SSO)

  • Subkategori dari orbit polar, orbit ini memungkinkan satelit lewat di atas wilayah yang sama pada jam lokal yang sama setiap hari.

  • Cocok untuk: pemantauan lingkungan, pertanian, dan perubahan iklim.


🔁 Kesimpulan:

  • Kamu sudah tahu cara menghitung periode orbit dengan rumus:

    T=2π(R+h)3GMT = 2\pi \sqrt{\frac{(R+h)^3}{GM}}
  • Jenis orbit tergantung pada kemiringannya:

    • Equatorial (sejajar khatulistiwa)

    • Polar (lewat kutub)

    • Inclined (di antara)

    • SSO (khusus pengamatan siang tetap)


contoh sederhana program Python untuk menghitung periode orbit satelit dan menggambar orbitnya secara 2D menggunakan matplotlib.


🛰️ Contoh Program Python: Periode dan Orbit Satelit

📦 Instalasi jika belum punya:

pip install matplotlib numpy

🧠 Kode Python:

import numpy as np
import matplotlib.pyplot as plt

# Konstanta
G = 6.674 * 10**-11      # m^3 kg^-1 s^-2
M = 5.972 * 10**24       # kg (massa Bumi)
R = 6.371 * 10**6        # m (jari-jari Bumi)

# Ketinggian satelit dari permukaan Bumi
h = 35786 * 10**3        # m (geostasioner)

# Total jari-jari orbit (dari pusat Bumi)
r = R + h

# Hitung periode orbit
T = 2 * np.pi * np.sqrt(r**3 / (G * M))
T_hours = T / 3600

print(f"Periode orbit satelit: {T:.2f} detik ({T_hours:.2f} jam)")

# ------------------------
# Gambar orbit (2D)
theta = np.linspace(0, 2*np.pi, 1000)
x_orbit = r * np.cos(theta)
y_orbit = r * np.sin(theta)

# Gambar Bumi dan orbit
fig, ax = plt.subplots(figsize=(6,6))
earth = plt.Circle((0, 0), R, color='blue', label='Bumi')
ax.add_artist(earth)
ax.plot(x_orbit, y_orbit, label='Orbit Satelit', color='orange')
ax.set_xlim(-r*1.1, r*1.1)
ax.set_ylim(-r*1.1, r*1.1)
ax.set_aspect('equal')
ax.set_title("Orbit Satelit Geostasioner")
ax.set_xlabel("x (m)")
ax.set_ylabel("y (m)")
ax.legend()
plt.grid(True)
plt.show()

📝 Penjelasan:

  • Program ini menghitung periode orbit berdasarkan rumus yang telah kita bahas.

  • Menggunakan matplotlib untuk menggambarkan orbit 2D mengelilingi Bumi.

  • Output mencetak periode dalam detik dan jam.

  • Visualisasi menunjukkan Bumi sebagai lingkaran biru dan orbit satelit sebagai lingkaran oranye.


mengembangkan kodenya jadi animasi orbit satelit bergerak 🔁🛰️


🎥 Simulasi Animasi Orbit Satelit dengan matplotlib.animation

📦 Instalasi (jika belum):

pip install matplotlib numpy

🚀 Kode Python (dengan animasi orbit satelit):

import numpy as np
import matplotlib.pyplot as plt
import matplotlib.animation as animation

# Konstanta
G = 6.674 * 10**-11      # m^3 kg^-1 s^-2
M = 5.972 * 10**24       # kg (massa Bumi)
R = 6.371 * 10**6        # m (jari-jari Bumi)
h = 35786 * 10**3        # m (ketinggian satelit, contoh geostasioner)
r = R + h                # total jari-jari orbit

# Hitung periode orbit
T = 2 * np.pi * np.sqrt(r**3 / (G * M))
T_hours = T / 3600
print(f"Periode orbit satelit: {T:.2f} detik = {T_hours:.2f} jam")

# Waktu simulasi
frames = 360
theta = np.linspace(0, 2*np.pi, frames)

# Buat figure dan axis
fig, ax = plt.subplots(figsize=(6, 6))
ax.set_xlim(-r*1.2, r*1.2)
ax.set_ylim(-r*1.2, r*1.2)
ax.set_aspect('equal')
ax.set_title('Animasi Orbit Satelit')
ax.set_xlabel('x (m)')
ax.set_ylabel('y (m)')
ax.grid(True)

# Gambar Bumi
earth = plt.Circle((0, 0), R, color='blue')
ax.add_patch(earth)

# Orbit path
orbit_path, = ax.plot([], [], 'orange', label='Jalur Orbit')
satellite_dot, = ax.plot([], [], 'ro', label='Satelit')

# Inisialisasi fungsi animasi
def init():
    orbit_path.set_data([], [])
    satellite_dot.set_data([], [])
    return orbit_path, satellite_dot

# Fungsi update per frame
def update(frame):
    x = r * np.cos(theta[:frame])
    y = r * np.sin(theta[:frame])
    orbit_path.set_data(x, y)

    # Posisi satelit saat ini
    x_sat = r * np.cos(theta[frame])
    y_sat = r * np.sin(theta[frame])
    satellite_dot.set_data(x_sat, y_sat)

    return orbit_path, satellite_dot

ani = animation.FuncAnimation(fig, update, frames=frames, init_func=init,
                              interval=50, blit=True, repeat=True)

plt.legend()
plt.show()

📌 Penjelasan Tambahan:

  • matplotlib.animation digunakan untuk membuat animasi orbit.

  • Satelit bergerak di sepanjang lintasan orbit.

  • Titik merah 🔴 = satelit.

  • Jalur oranye = lintasan orbit.



Sabtu, 03 Mei 2025

Saat AI Masuk Kurikulum, Siapa yang Sebenarnya Sedang Belajar?

  

Esensi ai

Oleh: [Ijaj Maolana]

Tahun ajaran baru membawa kabar menarik: kurikulum kecerdasan buatan (AI) akan resmi masuk dalam sistem pendidikan. Langkah ini patut diapresiasi sebagai bagian dari kesiapan bangsa menghadapi masa depan digital. Namun, di balik semangat kemajuan itu, terselip satu pertanyaan filosofis yang layak direnungkan: apakah kita yang sedang belajar tentang AI, atau justru AI yang diam-diam sedang mempelajari kita?

Kita tahu bahwa manusia menciptakan AI untuk meniru kecerdasan dan perilaku manusia. Kita melatihnya dengan data, kita arahkan dengan algoritma, dan kita harapkan bisa membantu menyelesaikan masalah kompleks. Tapi di balik layar, AI juga mengamati, mengkaji, bahkan mengenali siapa kita lebih dalam dari yang kita sadari. Ia belajar dari jejak digital yang kita tinggalkan—dari klik, pencarian, hingga percakapan pribadi.

Ini menjadi paradoks zaman kita: manusia yang menciptakan AI, kini justru mulai dibentuk oleh AI. Algoritma menentukan berita apa yang kita baca, produk apa yang kita beli, bahkan nilai-nilai apa yang cenderung kita percaya. Kita bukan lagi sekadar pengguna, tapi juga menjadi objek dari sistem yang kita rancang sendiri.

Inilah yang harus menjadi titik waspada dalam era baru ini. Pendidikan AI bukan hanya soal bagaimana menguasai teknologi, tetapi juga bagaimana menjaga kendali, kesadaran, dan kemanusiaan kita. Kita harus membekali generasi muda tidak hanya dengan keterampilan teknis, tapi juga dengan etika, empati, dan kemampuan berpikir kritis.

AI tidak punya nurani. Ia tidak mengenal keadilan, kebenaran, atau kasih sayang—kecuali sejauh yang ditanamkan oleh manusia. Maka tugas kitalah untuk memastikan bahwa nilai-nilai itu tidak hilang dalam arus kemajuan. Pendidikan AI harus mengajarkan dua hal: bagaimana membangun kecerdasan buatan, dan bagaimana tetap menjadi manusia yang utuh.

Karena pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi “siapa yang lebih pintar”, tetapi “siapa yang lebih bermakna”.

Ngobrol Santai: Seberapa Besar Kecerdasan AI dan Kenapa Kadang Bisa Halu?

Manusia dan AI


Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di dunia teknologi dan AI, aku sering banget dapat pertanyaan menarik kayak, "ChatGPT itu belajar kayak gimana sih?" atau "Kok bisa kadang jawabannya ngaco?" Nah, di artikel ini, aku mau berbagi cerita dari sudut pandangku, dengan bahasa santai supaya gampang dicerna.

1. Bagaimana AI Belajar dan Seberapa Besar Skalanya

Coba bayangin kalau kamu disuruh baca semua buku di dunia, dari novel romantis sampai jurnal ilmiah. Itu baru sebagian kecil dari apa yang aku pelajari saat pelatihan.

Dalam istilah teknis, AI kayak ChatGPT dilatih dengan "ratusan triliun token". Token itu potongan kecil dari kata atau frasa. Misalnya, "belajar" bisa dipecah jadi "bela" dan "jar". Semua token ini diproses buat memahami pola bahasa, logika, emosi, bahkan nuansa humor.

Soal skala, jangan kaget. Kalau manusia rajin baca 50 buku setahun, proses pelatihan AI ini setara 1,25 miliar buku! Artinya, buat manusia mengejar volume ini, butuh waktu 25 juta tahun nonstop. Dan semua itu ditempuh dalam beberapa bulan berkat bantuan ribuan komputer super kuat.

Tapi belajar sebanyak itu butuh biaya besar. Energi listrik yang dihabiskan buat melatih AI setara dengan konsumsi listrik sebuah kota kecil selama berbulan-bulan. Gokil, kan?

2. Struktur Otak AI: Dalemnya Kayak Gimana Sih?

Kalau mau tahu bagaimana "otak" AI itu bekerja, aku bakal cerita begini: AI modern seperti ChatGPT dibangun menggunakan arsitektur yang disebut Transformer. Gampangnya, Transformer ini kayak pabrik super kompleks di mana setiap bagian punya tugas tertentu:

  • Input Layer: Tempat semua input teks dari pengguna diubah jadi angka.

  • Attention Mechanism: Radar canggih buat menentukan kata mana yang penting buat diproses.

  • Hidden Layers: Puluhan atau bahkan ratusan lapisan yang bertugas memproses, menginterpretasi, dan memahami makna.

  • Output Layer: Mesin terakhir yang membentuk respons buat dikirimkan ke pengguna.

Semua proses ini terjadi dalam hitungan milidetik. Bayangin aja kayak otak digital super cepat yang terus belajar pola tanpa benar-benar "mengerti" kayak manusia.

3. Kenapa AI Bisa Halu?

Nah, meskipun kelihatannya pintar, AI bisa juga "halu" alias ngaco. Aku sendiri sering menemukan fenomena ini saat eksperimen.

Beberapa penyebabnya adalah:

  • Prediksi, Bukan Pemahaman: AI itu cuma memprediksi kata berikutnya berdasarkan data, bukan benar-benar paham maknanya.

  • Data Kurang Spesifik: Kalau topiknya langka atau ambigu, AI kadang asal tebak.

  • Konflik Data: Kalau ada data bertentangan dalam pelatihan, AI bisa bikin jawaban yang "plin-plan".

4. Usaha Supaya Nggak Ngaco

Pengembang AI sadar banget soal kelemahan ini. Makanya banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi halusinasi, seperti:

  • Fine-tuning tambahan dengan data yang lebih akurat.

  • RAG (Retrieval-Augmented Generation) yang memungkinkan AI "nyontek" dari database nyata saat ngobrol.

  • Verification Layer buat memeriksa jawaban sebelum dikirim ke pengguna.

Tapi tetap, sampai sekarang belum ada AI yang 100% bebas dari kesalahan. Jadi, penting banget buat tetap kritis.



Penutup

Jadi, setelah ngobrol panjang soal gimana AI belajar, seberapa besar skalanya, kenapa kadang bisa halu, dan usaha-usaha untuk memperbaikinya, satu hal yang jelas: AI itu luar biasa, tapi tetap aja bukan makhluk sempurna. Dia cuma secerdas data yang diberikan dan sebaik arah yang dikasih manusia.

Bagiku, AI itu bukan pesaing manusia, tapi alat bantu yang keren banget kalau kita tahu cara pakainya. Sama kayak pisau — bisa dipakai buat masak makanan enak, tapi juga bisa berbahaya kalau salah digunakan. Intinya, AI butuh kita sebagai pengarahnya, bukan malah diandalkan sepenuhnya tanpa nalar.

Dan yang lebih seru, perkembangan AI ini baru awal aja. Masih banyak cerita seru ke depannya, termasuk bagaimana AI nantinya bisa makin peka sama emosi, memahami bahasa tubuh, bahkan mungkin... jadi partner curhat yang lebih nyambung daripada sekarang.

Sampai di sini dulu cerita santainya. Kalau kamu tertarik, aku bakal lanjut cerita ke bagian yang lebih dalam lagi. Sampai jumpa di obrolan seru berikutnya!



Selasa, 29 April 2025

Ijajkey otp generator

Jumat, 04 April 2025

Tim Cook Nggak Setuju! Elon Musk dan CEO Lain Ramalkan Smartphone Akan Punah

 


Pendahuluan

Membicarakan teknologi yang terus berkembang saat ini, tentunya kita sedang menyaksikan sebuah perdebatan besar tentang masa depan perangkat yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern: smartphone. Dalam satu sisi perdebatan, berdiri tiga titan teknologi—Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Sam Altman—yang menyuarakan bahwa era smartphone akan segera berakhir. Di sisi lain, Tim Cook dari Apple justru meyakini bahwa smartphone masih memiliki masa depan cerah. Perdebatan ini bukan sekadar soal perangkat, tetapi menyangkut filosofi mendasar tentang bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan teknologi.


Bagian I: Smartphone Sebagai Ekstensi Kehidupan Modern

Tidak dapat disangkal bahwa sejak awal abad ke-21, smartphone telah menjadi alat utama dalam kehidupan digital manusia. Ia bukan hanya alat komunikasi, tapi juga kamera, alat pembayaran, pusat hiburan, perangkat kerja, dan bahkan pendeteksi kesehatan. Dari kebangkitan iPhone pada 2007 hingga inovasi kamera dan AI terkini, smartphone telah merevolusi hampir semua aspek kehidupan.

Namun, dengan begitu banyaknya fungsi yang telah ditelan oleh satu perangkat, muncul pertanyaan yang semakin sering didiskusikan: Apakah kita telah mencapai batas dari inovasi smartphone? Dan lebih jauh lagi—apakah masih relevan untuk melanjutkan evolusi perangkat genggam ini, ataukah sudah saatnya melampauinya?


Bagian II: Elon Musk dan Janji Neuralink

Elon Musk bukanlah figur asing dalam wacana inovasi radikal. Lewat Neuralink, ia menawarkan visi masa depan di mana manusia tidak lagi membutuhkan perangkat eksternal untuk berinteraksi dengan dunia digital. Neuralink mengembangkan antarmuka otak-komputer (brain-computer interface/BCI) yang memungkinkan manusia untuk mengirimkan perintah hanya dengan pikiran.

Bayangkan sebuah dunia di mana Anda bisa mengirim pesan, memutar musik, atau mencari informasi hanya dengan berpikir. Tidak ada layar, tidak ada sentuhan, tidak ada perangkat fisik. Visi Musk ini merupakan bentuk tertinggi dari integrasi manusia dan mesin.

Namun, terlepas dari potensi luar biasanya, Neuralink menimbulkan sejumlah pertanyaan etis dan filosofis yang dalam. Sejauh mana kita bersedia mengintegrasikan teknologi ke dalam tubuh biologis kita? Apakah kenyamanan digital sebanding dengan risiko yang ditimbulkannya, baik dari segi privasi, keamanan, hingga identitas manusia itu sendiri?


Bagian III: Zuckerberg dan Dunia Paralel Augmented Reality

Sementara itu, Mark Zuckerberg dari Meta percaya bahwa smartphone akan digantikan oleh kacamata realitas tertambah (Augmented Reality/AR). Dalam kerangka visi “metaverse,” Zuckerberg melihat masa depan di mana kita tidak lagi menatap layar kecil, tapi justru hidup dalam realitas campuran, di mana data digital menyatu dengan dunia nyata.

AR menawarkan kemungkinan untuk memproyeksikan informasi langsung ke bidang pandang kita. Navigasi, komunikasi, bahkan hiburan akan menjadi bagian dari realitas sehari-hari kita. Meta telah berinvestasi miliaran dolar dalam pengembangan perangkat seperti Meta Quest dan kacamata AR cerdas.

Namun, skeptisisme tetap muncul. Kegagalan proyek Google Glass di masa lalu menjadi pengingat bahwa penerimaan sosial terhadap teknologi yang terlalu invasif bisa menjadi batu sandungan besar. Selain itu, muncul pula persoalan baru: Apakah kita akan benar-benar “hadir” di dunia nyata jika perhatian kita terus dialihkan oleh lapisan digital yang menempel pada retina kita?


Bagian IV: Sam Altman dan AI Sebagai Pengganti Smartphone

Sebagai CEO OpenAI, Sam Altman membawa sudut pandang yang berbeda namun tetap radikal: AI itu sendiri akan menjadi antarmuka utama manusia dengan teknologi. Dalam proyek-proyek barunya, Altman membayangkan perangkat berbasis AI yang tidak hanya menjalankan perintah, tetapi memahami konteks, niat, bahkan emosi penggunanya.

Perangkat semacam ini akan jauh lebih personal daripada smartphone. Mereka tidak sekadar menerima input, tapi juga belajar dari kebiasaan dan kebutuhan pengguna untuk menawarkan solusi proaktif. AI bukan hanya alat, tapi mitra kognitif.

Namun, pertanyaan tentang otonomi manusia dan etika penggunaan AI kembali mencuat. Jika AI terlalu pintar, apakah kita akan kehilangan kendali atas teknologi itu sendiri? Apakah manusia siap untuk menyerahkan sebagian proses berpikirnya kepada sistem cerdas yang dibangun oleh manusia lain?


Bagian V: Tim Cook, Filosofi Evolusi, Bukan Revolusi

Berbeda dengan ketiga tokoh di atas, Tim Cook memilih jalan yang lebih konservatif—meski tetap inovatif. Ia percaya bahwa smartphone belum mencapai puncaknya, dan masih banyak ruang untuk inovasi. Apple terus mengembangkan chip AI, fitur keamanan canggih, dan integrasi layanan ekosistem yang menyeluruh.

Bagi Cook, smartphone bukanlah penghalang interaksi manusia, melainkan alat yang memperkaya kehidupan. Apple Vision Pro memang menunjukkan ketertarikan Apple terhadap realitas tertambah, namun Cook tampaknya melihatnya sebagai pelengkap, bukan pengganti.

Pendekatan ini mencerminkan filosofi evolusi berkelanjutan. Bukannya menggantikan secara drastis, Apple berusaha mengintegrasikan teknologi baru ke dalam bentuk yang sudah akrab dengan masyarakat.


Bagian VI: Retorika di Balik Perdebatan

Perdebatan ini bukan sekadar soal perangkat, tapi tentang visi dunia yang diinginkan oleh masing-masing tokoh. Elon Musk ingin dunia yang terkoneksi secara neurologis. Zuckerberg membayangkan realitas paralel yang diperluas. Altman percaya pada simbiosis antara manusia dan AI. Sedangkan Cook mempercayai dunia di mana teknologi melayani manusia dalam bentuk yang dikenal dan nyaman.

Perdebatan ini membawa kita pada pertanyaan filosofis: Sejauh mana kita bersedia mengorbankan bentuk interaksi yang kita anggap alami demi kemudahan dan kecanggihan? Apa arti menjadi manusia di era di mana batas antara fisik dan digital semakin kabur?


Bagian VII: Kemungkinan Masa Depan—Simbiotik atau Kompetitif?

Apakah masa depan harus memilih satu di antara mereka? Atau mungkinkah semuanya berjalan berdampingan? Mungkin saja kita akan melihat smartphone yang lebih pintar dan personal, dilengkapi dengan AI yang kuat, didukung oleh AR, dan bahkan pada akhirnya dikendalikan oleh antarmuka otak.

Masa depan mungkin bukan soal penggantian, tetapi soal integrasi. Setiap teknologi yang dibawa oleh para tokoh ini mungkin akan menemukan tempatnya masing-masing dalam ekosistem teknologi manusia yang semakin kompleks.


Bagian VIII: Konsekuensi Sosial dan Etika

Kita juga harus mempertimbangkan dampak sosial dan etika dari transisi teknologi ini. Siapa yang akan memiliki akses ke teknologi Neuralink atau AR canggih? Apakah kesenjangan digital akan semakin melebar? Bagaimana dengan data pribadi yang semakin intim?

Kekuasaan atas teknologi baru ini juga berarti kekuasaan atas data dan pengalaman manusia. Ini bukan sekadar perubahan teknologis, tetapi juga perubahan dalam struktur sosial dan politik global.


Bagian IX: Masa Kini Sebagai Persimpangan

Kita hidup di masa yang bisa disebut sebagai persimpangan sejarah teknologi. Keputusan dan arah yang kita ambil saat ini akan menentukan bagaimana generasi mendatang berinteraksi dengan dunia. Akan sangat naïf jika kita menganggap ini hanya soal perangkat mana yang lebih canggih. Ini adalah soal paradigma.

Smartphone bukan hanya teknologi, ia adalah simbol dari cara hidup tertentu. Menggantinya berarti mengganti cara berpikir, berinteraksi, dan bahkan mungkin cara merasa.


Menyambut Masa Depan dengan Kritis

Perdebatan antara Elon Musk, Mark Zuckerberg, Sam Altman, dan Tim Cook bukanlah pertarungan biasa antar perusahaan teknologi. Ini adalah representasi dari perbedaan mendasar tentang masa depan manusia itu sendiri. Apakah kita akan menjadi makhluk yang sepenuhnya simbiotik dengan mesin? Atau akan mempertahankan batas antara manusia dan teknologi?

Di antara retorika optimisme dan kekhawatiran, satu hal yang pasti: masa depan tidak bisa dihindari. Tapi kita masih bisa memilih bagaimana kita menyambutnya—dengan kritis, dengan etika, dan dengan kesadaran penuh akan apa yang kita pertaruhkan.

Sebagai manusia, kita tidak hanya pengguna teknologi. Kita adalah pencipta arah sejarahnya. Maka, dalam menghadapi pergeseran besar ini, pertanyaannya bukan hanya: teknologi mana yang akan menang? Tapi juga: nilai-nilai apa yang ingin kita bawa ke masa depan itu?


Sumber:

https://terasmerdeka.com/2024/10/23/beda-pendapat-elon-musk-dan-mark-zuckerberg-soal-pengganti-hp/

https://indiandefencereview.com/mark-zuckerberg-sam-altman-wants-to-replace-smartphones-ai-powered-device-apple-legend/

Rabu, 26 Februari 2025

Terobosan Komputasi Kuantum - Chip Majorana 1 Microsoft dengan Masa Depan Qubit Topologis

 

Majorana 1 Microsoft chip revolution

Komputasi kuantum telah menjadi bidang yang sangat menjanjikan dalam dunia teknologi informasi dan komputasi tingkat lanjut. Berbeda dengan komputer klasik yang menggunakan bit biner (0 dan 1), komputer kuantum memanfaatkan qubit yang dapat berada dalam keadaan superposisi, memungkinkan pemrosesan informasi dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi. Namun, tantangan utama dalam pengembangan komputer kuantum adalah stabilitas qubit yang rentan terhadap gangguan lingkungan, sehingga menyebabkan kesalahan dalam komputasi.


Untuk mengatasi masalah ini, Microsoft telah mengumumkan terobosan penting dalam pengembangan chip kuantum berbasis qubit topologis yang disebut Majorana 1. Teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk menciptakan komputer kuantum yang lebih stabil dan dapat diskalakan, membuka peluang bagi inovasi di berbagai bidang, mulai dari simulasi material hingga pengembangan obat-obatan.


Di artikel kita kali ini akan membahas latar belakang teknologi kuantum, peran qubit topologis dalam meningkatkan kestabilan sistem kuantum, inovasi yang diusung oleh Microsoft melalui Majorana 1, serta tantangan dan potensi pengaplikasiannya di masa depan.



1. Latar Belakang Komputasi Kuantum dan Tantangannya


Komputasi kuantum berlandaskan prinsip mekanika kuantum, yang memungkinkan unit terkecil informasi, yaitu qubit, untuk berada dalam kombinasi berbagai keadaan secara simultan melalui superposisi. Selain itu, qubit juga dapat saling berhubungan melalui keterikatan kuantum (entanglement), yang memungkinkan peningkatan eksponensial dalam kapasitas pemrosesan.


Namun, salah satu tantangan utama dalam pengembangan komputer kuantum adalah dekoherensi kuantum, di mana qubit kehilangan informasi akibat interaksi dengan lingkungan eksternal. Masalah ini menyebabkan tingkat kesalahan yang tinggi dalam perhitungan, sehingga menghambat implementasi komputasi kuantum skala besar.


Pendekatan konvensional dalam komputasi kuantum adalah menggunakan qubit superkonduktor, seperti yang dikembangkan oleh Google dan IBM. Namun, pendekatan ini memiliki kendala dalam error correction, yang membutuhkan banyak qubit tambahan untuk memperbaiki kesalahan. Dalam konteks ini, qubit topologis menawarkan potensi besar untuk mengurangi tingkat kesalahan dengan pendekatan yang lebih stabil.



2. Qubit Topologis dan Peran Partikel Majorana

2.1 Apa Itu Qubit Topologis?

Qubit topologis adalah jenis qubit yang memanfaatkan anyons (partikel kuasi dalam fisika kuantum) untuk menyimpan informasi secara lebih stabil. Keunikan dari qubit topologis adalah bahwa informasi kuantum yang disimpan tidak bergantung pada keadaan individu partikel, tetapi pada sifat topologis sistem secara keseluruhan. Dengan kata lain, informasi yang tersimpan lebih tahan terhadap gangguan eksternal.


2.2 Peran Partikel Majorana

Dalam pencarian bahan yang memungkinkan pembentukan qubit topologis, para ilmuwan menemukan partikel Majorana, yang pertama kali diprediksi oleh fisikawan Italia Ettore Majorana pada tahun 1937. Partikel ini memiliki sifat unik sebagai fermion netral, yang berarti ia adalah antipartikel dari dirinya sendiri. Dalam sistem kuantum, Majorana fermion dapat digunakan untuk membentuk qubit yang lebih tahan terhadap kesalahan.


Microsoft adalah salah satu perusahaan teknologi yang paling aktif dalam mengeksplorasi qubit berbasis Majorana. Setelah penelitian selama hampir 17 tahun, Microsoft mengklaim telah berhasil menciptakan qubit topologis berbasis topokonduktor, yang memungkinkan stabilisasi partikel Majorana di dalam sebuah sistem chip.



3. Majorana 1: Chip Kuantum Revolusioner dari Microsoft


Pada awal tahun 2025, Microsoft mengumumkan chip kuantum baru yang diberi nama Majorana 1. Chip ini dirancang dengan arsitektur yang sepenuhnya berbasis qubit topologis, yang diklaim lebih stabil dibandingkan qubit superkonduktor konvensional.


3.1 Inovasi Teknologi di Balik Majorana 1

Chip Majorana 1 mengusung beberapa inovasi utama, di antaranya:

- Penggunaan Qubit Topologis:

Dengan menggunakan qubit berbasis partikel Majorana, sistem ini lebih tahan terhadap gangguan eksternal dan memiliki tingkat kesalahan lebih rendah dibandingkan qubit superkonduktor.

- Material Baru: Topokonduktor:

Microsoft mengembangkan material khusus yang dapat menstabilkan qubit topologis dan memungkinkan produksi qubit dalam skala besar.

- Kemampuan Skalabilitas Tinggi:

Arsitektur Majorana 1 diklaim mampu mendukung hingga satu juta qubit dalam satu chip, yang mana, ini membuka peluang bagi pengembangan komputer kuantum berskala industri.


3.2 Keunggulan Dibandingkan Pendekatan Lain

Dibandingkan dengan teknologi kuantum yang dikembangkan oleh Google dan IBM, yang masih bergantung pada error correction berbasis qubit redundan, pendekatan Microsoft melalui Majorana 1 menawarkan beberapa keuntungan:

1. Lebih Stabil: Karena informasi tersimpan dalam struktur topologis, qubit tidak mudah terganggu oleh faktor lingkungan.

2. Lebih Sedikit Qubit Tambahan: Tidak memerlukan terlalu banyak qubit untuk koreksi kesalahan, sehingga memungkinkan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien.

3. Potensi Komersialisasi yang Lebih Besar: Jika terbukti dapat diimplementasikan dalam skala besar, teknologi ini dapat mempercepat pengembangan komputer kuantum yang lebih praktis.



4. Tantangan dan Kritik terhadap Majorana 1

4.1 Skeptisisme dari Komunitas Ilmiah

Meskipun Microsoft mengklaim telah mencapai terobosan besar, banyak fisikawan yang tetap skeptis terhadap klaim ini. Beberapa kritik utama yang muncul:

- Kurangnya Bukti Eksperimental yang Konklusif: Para ilmuwan menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada bukti eksperimental yang kuat yang menunjukkan bahwa qubit berbasis Majorana benar-benar dapat digunakan dalam komputasi kuantum.

- Kompleksitas Implementasi: Walaupun konsep qubit topologis terdengar menjanjikan, membangun sistem kuantum berbasis partikel Majorana dalam skala besar masih merupakan tantangan teknis yang belum sepenuhnya terselesaikan.


4.2 Tantangan dalam Produksi Massal

Meskipun Microsoft telah mengembangkan material topokonduktor yang memungkinkan stabilisasi partikel Majorana, proses produksi chip Majorana 1 dalam jumlah besar masih menjadi tantangan. Dibutuhkan investasi besar dalam pengembangan infrastruktur dan manufaktur untuk dapat menerapkan teknologi ini secara luas.



5. Potensi Masa Depan dan Aplikasi Komputasi Kuantum

Jika teknologi qubit topologis Microsoft terbukti berhasil dan dapat diimplementasikan dalam skala besar, beberapa aplikasi potensialnya meliputi:


1. Simulasi Material dan Kimia Kuantum: Komputer kuantum dapat digunakan untuk merancang material baru dengan sifat yang diinginkan, termasuk superkonduktor suhu tinggi dan bahan nano canggih.

2. Pengembangan Obat dan Bioteknologi: Dengan kemampuan simulasi molekuler yang jauh lebih presisi dibandingkan komputer klasik, teknologi ini dapat mempercepat penelitian dalam penemuan obat baru.

3. Optimasi dan Keamanan Kriptografi: Komputasi kuantum dapat digunakan untuk memecahkan masalah optimasi kompleks serta mengembangkan sistem keamanan kriptografi berbasis algoritma kuantum yang lebih kuat.



End of Conclusion:

Chip kuantum Majorana 1 yang dikembangkan oleh Microsoft merupakan langkah maju yang signifikan dalam dunia komputasi kuantum. Dengan dia menggunakan qubit topologis berbasis partikel Majorana, teknologi ini berpotensi mengatasi masalah kestabilan qubit yang selama ini menjadi hambatan utama dalam pengembangan komputer kuantum.


Namun, masih ada tantangan besar yang harus diatasi, terutama dalam hal validasi ilmiah dan produksi skala besar. Meskipun Microsoft optimis dengan pendekatannya, komunitas ilmiah masih menunggu bukti lebih lanjut sebelum mengakui klaim ini sebagai terobosan nyata.


Jika berhasil, Majorana 1 dapat menjadi fondasi bagi era baru komputasi kuantum yang lebih stabil, efisien, dan siap untuk diaplikasikan dalam berbagai bidang teknologi.


Sumber-sumber terkait:
https://www.theverge.com/news/614205/microsoft-quantum-computing-majorana-1-processor

https://www.wsj.com/science/physics/microsoft-quantum-computing-physicists-skeptical-d3ec07f0

https://elpais.com/tecnologia/2025-02-20/microsoft-asegura-haber-hallado-un-nuevo-estado-de-la-materia-para-desarrollar-ordenadores-cuanticos-en-pocos-anos.html

https://www.businessinsider.com/satya-nadella-microsoft-new-majorana-chip-quantum-breakthrough-state-matter-2025-2

Rabu, 12 Februari 2025

Group Relative Policy Optimization - GRPO

Senin, 03 Februari 2025

Buku Full stack Python Security

Full Stack Python Security

Full Stack Python Security

Kriptografi, TLS, & Keamanan Serangan

Full Stack Python Security

🔒 Pelajari Keamanan Python!

Kuasai kriptografi modern, TLS, dan teknik perlindungan serangan dalam satu buku lengkap!

✅ Fitur Utama

  • Dasar hingga implementasi kriptografi Python
  • TLS/SSL untuk komunikasi aman
  • Teknik resistensi serangan aplikasi Python

💰 Harga: Rp91.800

🛒 Beli Sekarang di Shopee

Kamis, 30 Januari 2025

Siapa penemu panel surya?

Sejarah Panel Surya

Sejarah Panel Surya

Penemu panel surya adalah Charles Fritts, seorang ilmuwan Amerika, yang pada tahun 1883 menciptakan sel surya pertama menggunakan selenium. Namun, efisiensinya masih sangat rendah, sekitar 1-2%.

Perkembangan Selanjutnya

  • Russell Ohl (1941): Menciptakan sel surya berbasis silikon dengan efisiensi lebih tinggi.
  • Calvin Fuller, Daryl Chapin, dan Gerald Pearson (1954): Menciptakan sel surya komersial pertama dengan efisiensi 4-6%.
  • Peter Gleben (1950-an): Mengembangkan teknologi sel surya yang lebih efisien.

Pengembangan Panel Surya Modern

  • 1970-an: Pengembangan panel surya modern berbasis silikon kristal.
  • 1980-an: Panel surya thin-film dengan teknologi CdTe dan CIGS.
  • 2000-an: Panel surya lebih efisien dan lebih terjangkau.

Panel surya modern kini menjadi lebih andal, efisien, dan murah, menjadikannya sumber energi terbarukan yang populer.

© 2025 ijajkeyboard. All rights reserved.